Saham Unilever (UNVR) Sudah Murah?

Hari Rabu 7 Februari 2024 kemarin, PT Unilever Indonesia, Tbk (UNVR) merilis laporan keuangan (LK) untuk tahun penuh 2023, di mana perusahaan mencatat laba Rp4.8 triliun, turun 10.5% dibanding tahun sebelumnya. Dan tak lama setelah LKnya rilis, saham UNVR tanpa ampun drop sangat cepat dari 3,270 hingga terakhir tinggal 2,590, atau turun lebih dari 20% hanya dalam dua minggu. Malah jika dihitung dari posisi tertingginya dalam 6 bulan terakhir yakni 4,080, maka penurunannya mencapai 35% alias tinggal sisa dua pertiganya. Pertanyaannya sekarang, apakah kinerja UNVR seburuk itu? Dan apakah masih ada peluang kinerjanya suatu hari nanti akan kembali pulih?

***

Ebook Market Planning (EMP) edisi Maret 2024 berisi update analisa pasar/IHSG, rekomendasi saham bulanan, dan info jual beli saham sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi/tanya jawab saham untuk member.

***

Terkait hal ini maka penulis memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, dengan labanya kembali turun di 2023, maka genap sudah UNVR mencatat penurunan laba selama 5 tahun berturut-turut (sejak 2019). Bagi sebuah perusahaan dengan reputasi sebaik dan semapan UNVR, yang sebelum tahun 2019 tersebut labanya selalu naik setiap tahun, dan yang hampir semua lini produknya menjadi market leader di segmennya masing-masing, maka penulis sendiri dulu tidak pernah menyangka bahwa kinerja perusahaan akan seterpuruk itu, namun itulah kenyataannya. Tapi intinya ketika perusahaan mengalami loses streak berkepanjangan seperti itu, maka tentunya sudah tidak ada alasan lagi bagi investor untuk menghargai saham UNVR pada valuasi super premium seperti di masa lalu. Dan faktanya bahkan pada harganya saat ini yakni 2,590, maka dengan PER 20.6 dan PBV 29.2 kali, valuasi UNVR masih belum cukup murah dibanding saham-saham lain di BEI secara umum.

Kedua, seperti yang sudah kemarin kita bahas disini, penurunan kinerja berkepanjangan tersebut kemungkinan disebabkan karena kurang kompetennya manajemen UNVR itu sendiri dibawah pimpinan Presiden Direktur Ira Noviarti, yang mulai menjabat pada bulan November 2020, di mana laba perusahaan mulai turun persisnya pada tahun 2020, bukan 2019. Ini karena UNVR mencatat laba Rp7.4 triliun di tahun 2019, alias turun dibanding Rp9.1 triliun di 2018, tapi laba UNVR di tahun 2018 tersebut termasuk keuntungan divestasi aset spread sebesar Rp2.8 triliun yang sifatnya non operasional. Jadi jika keuntungan divestasi ini tidak dihitung maka laba UNVR di tahun 2018 hanya Rp6.3 triliun, sehingga secara operasional laba perusahaan di tahun 2019 yang Rp7.4 triliun tadi terhitung masih naik.

Namun memasuki tahun 2020, laba UNVR untuk pertama kalinya entah sejak kapan menyusut jadi Rp7.1 triliun, dan kembali turun menjadi Rp5.8 triliun di 2021. Pada titik ini penulis sendiri mengira bahwa penurunan laba tersebut disebabkan oleh situasi resesi pandemi saja, yang memang sampai dengan tahun 2021 masih terjadi. Nah, tapi ketika pada tahun 2022-nya, laba UNVR lagi-lagi drop menjadi Rp5.4 triliun, maka barulah investor mulai melihat ada something wrong dengan UNVR, karena faktanya pada tahun 2022 tersebut situasi pandemi sudah reda sama sekali, ditandai dengan kembali dibukanya Pulau Bali untuk wisata asing, orang-orang bisa bepergian tanpa tes PCR/swab, dll. Dan demikian pula pertumbuhan ekonomi kembali mencapai 5% per tahun, yang terutama didorong oleh pertumbuhan konsumsi dalam negeri. Jadi kenapa kok laba UNVR masih turun juga?

Dan kalau kinerja sebuah perusahaan masih turun ketika tidak ada yang salah dengan situasi ekonomi dll, maka pasti penyebabnya hanya satu: Ada yang salah dengan manajemen. Karena itulah, ketika pada tanggal 25 Oktober 2023 lalu, UNVR merilis LK Q3 2023 dan labanya masih turun, maka masih di hari yang sama, perusahaan juga mengumumkan pengunduran diri Ibu Ira Noviarti sebagai presdir, sekaligus bahwa posisi beliau akan digantikan oleh Mr. Benjie Yap, yang ketika itu masih menjabat sebagai chairman Unilever Philippines, Inc. Pada saat itu saham UNVR masih di 4,000.

Bad Timing of Firing

Kemudian kembali seperti yang penulis sampaikan disini, dengan adanya pergantian manajemen ini maka ada harapan bahwa kinerja UNVR pada akhirnya akan membaik mulai tahun 2024 ini. Namun demikian ada satu peristiwa penting yang terjadi kemudian, yakni semakin menguatnya isu boikot produk-produk UNVR karena perusahaan diduga, atau dianggap mendukung Israel. Dan sayangnya manajemen tidak melakukan strategi khusus tertentu untuk mengatasi masalah boikot ini, yang mungkin itu karena Ibu Ira sudah terlanjur mengundurkan diri pada tanggal 25 Oktober 2023, sedangkan Mr. Benjie baru efektif menjabat presdir mulai tanggal 1 Januari 2024. Yang itu artinya, selama dua bulan terakhir di tahun 2023, posisi presdir UNVR itu kosong (Ibu Ira memang masih menjabat sampai akhir Desember 2023, tapi ya terhitung sejak 25 Oktober posisinya sebatas formalitas saja). Jadi ya ketika ada masalah boikot itu tadi maka tim manajemen sudah gak bisa apa-apa, karena ‘supir’-nya sudah keburu ditendang. Alhasil selama Q4 2023 (bulan Oktober – Desember 2023), UNVR hanya mencetak laba bersih Rp612 miliar, anjlok signifikan dibanding tiga kuartal sebelumnya dimana perusahaan mencetak laba rata-rata Rp1.4 triliun per kuartal. Kemudian karena sampai dengan hari ini isu boikot itu masih terjadi, dan dari pihak manajemen juga (sepertinya) masih belum ada tindakan apa-apa, maka ya sudah: UNVR kembali turun, dan sekarang sudah di 2,590.

Prospek UNVR di Tahun 2024

Nah, jadi kita sekarang ke pertanyaan pentingnya: Apakah masih ada peluang kinerja perusahaan akan kembali pulih, terutama setelah Benjie Yap menjabat presdir mulai awal tahun 2024 ini? Dan apakah sahamnya bisa kembali naik? Nah, terkait apakah kinerja perusahaan akan bisa kembali naik di 2024 ini, atau lanjut turun seperti tahun-tahun sebelumnya, maka untuk saat ini kita masih belum punya cukup gambaran, karena perusahaan belum menggelar public expose lagi sehingga kita belum tahu strategi apa-apa saja yang akan diterapkan perusahaan di bawah pimpinan presdir yang baru, dan terutama strategi untuk mengatasi masalah boikot itu tadi. Prediksi penulis, pada Q1 2024 nanti laba UNVR masih akan kembali turun, tapi barulah pada Q2 kinerja perusahaan akan recover, dalam hal ini dengan asumsi bahwa kualitas kinerja Mr. Benjie memang lebih baik dibanding pendahulunya.

Profil lengkap Mr. Benjie Yap, klik gambar untuk memperbesar

Oke Pak Teguh, jadi apakah sekarang saya harus menyerah saja, alias cut loss di UNVR ini? Well, tunggu dulu. Seperti disebut diatas, pada harga 2,590, PER UNVR tercatat 20.6 kali. Dan meski tadi saya katakan bahwa PER segitu masih tinggi dibanding saham-saham lain secara umum di BEI, namun itu relatif sudah cukup murah tidak hanya jika dibanding valuasi UNVR di masa lalu (PER 40 – 50 kali), tapi juga dibanding valuasi sesama saham consumer goods. Yep, silahkan anda cek misalnya saham consumer besar lain seperti Mayora Indah (MYOR), Kalbe Farma (KLBF), dan Sido Muncul (SIDO), maka PER mereka juga di kisaran 20-an kali. Dan kenapa penulis katakan bahwa saham UNVR lebih murah dibanding tiga saham tersebut, padahal PER-nya sama-sama 20 kali? Ya karena dengan ROE yang sampai hari ini masih lebih dari 100%, maka kinerja UNVR tetap masih terhitung lebih baik dibanding kinerja emiten-emiten consumer tersebut. Saham UNVR baru bisa disebut mahal jika dibandingkan misalnya Indofood (INDF), HM Sampoerna (HMSP), dan Gudang Garam (GGRM), yang juga merupakan perusahaan consumer besar dan mapan, tapi kita tahu bahwa ketiga perusahaan tersebut juga sama-sama mengalami kinerja yang kurang konsisten (baca: labanya naik dan turun) dalam beberapa tahun terakhir.

Kemudian, inilah menariknya: Salah satu emiten yang disebut di atas, yakni SIDO, juga sempat menderita penurunan laba di tahun 2022 lalu, dan itulah kenapa sahamnya drop dari 1,000-an di bulan Mei 2022 hingga mentok di 500, akhir tahun 2023 kemarin. Lalu untuk tahun 2023 kemarin, laba SIDO juga sebenarnya masih turun 13.9% dibanding 2022, tapi secara kuartalan maka labanya di Q4 sudah kembali naik signifikan dibanding Q3, sehingga ada harapan bahwa mulai tahun 2024 ini SIDO akan kembali membukukan kenaikan laba setiap tahun seperti biasanya, dan alhasil sahamnya naik dengan cepat dan sekarang sudah di 620. Nah, jadi situasi SIDO saat ini memang kebalikannya dengan UNVR:

  1. Laba SIDO baru turun 2 tahun terakhir, dan ada peluang laba tersebut akan kembali naik di 2024. Sedangkan laba UNVR sudah turun 5 tahun, dan belum tentu akan naik lagi di 2024 ini.
  2. Berbeda dengan UNVR, maka SIDO tidak ada isu boikot atau apapun.

Di sisi lain, pada harga sahamnya masing-masing saat ini, maka PER SIDO dan UNVR sama-sama di kisaran 19 – 20 kali, padahal sekali lagi, kinerja UNVR secara umum tetap masih lebih bagus, hanya ‘situasinya’ saja yang lagi kurang bagus. Tapi jika UNVR dibawah manajemen yang baru bisa men-deliver kinerja yang lebih baik mulai tahun 2024 ini, maka situasi yang kurang bagus tersebut juga akan berubah, dan pada saat itu maka no way sahamnya akan terus dihargai pada valuasi yang sama dengan saham SIDO.

Kesimpulannya, jika anda masih setia dengan UNVR ini, maka untuk saat ini hold saja dulu, karena sudah terlambat jika anda baru kepikiran untuk jual sekarang, tapi di sisi lain juga jangan dulu average down sebelum perusahaan akhirnya benar-benar membukukan kenaikan laba, di mana seperti disebut diatas, realistisnya itu baru akan terjadi pada Q2 2024 nanti (LKnya akan dirilis di bulan Juli, masih lama). Intinya, betul, UNVR hari ini tidak lagi UNVR seperti yang dulu, sudah gitu perusahaannya juga kena force majeure boikot itu tadi. Namun di sisi lain khusus untuk tahun 2024 ini sudah dilakukan pergantian manajemen sehingga diharapkan kinerja perusahaan akan mulai membaik lagi, dan yang paling penting valuasi sahamnya pada titik ini sudah cukup murah, albeit kalau mau lebih murah lagi maka kita bisa tunggu sahamnya di PER 15 – 17 kali, setara harga saham 2,000 – 2,200. Nah, tapi entah itu saham UNVR akan turun sampai kesitu atau tidak, namun asal perusahaannya benar membukukan kenaikan laba di tahun 2024 ini, maka sahamnya bisa dengan cepat balik lagi ke 3,200, atau bahkan 4,000. Dan pada saat itulah, analisa di atas akan kita update lagi.

***

Ebook Market Planning (EMP) edisi Maret 2024 berisi update analisa pasar/IHSG, rekomendasi saham bulanan, dan info jual beli saham sudah terbit. Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi/tanya jawab saham untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

Anonim mengatakan…
Saya rasa akan sangat amat sulit bagi UNVR untuk bisa naik lagi labanya. Karena begitu banyaknya orang-orang yang melakukan boikot selamanya untuk produk UNVR. Kita lihat saja apakah laba UNVR akan bisa naik di Q1 2024. I don't think so ^_^
Anonim mengatakan…
"Orang-orang" ini orang yang mana?
Kalau untuk golongan menengah ke bawah tidak ada isu boikot yang signifikan, yang dicari hanya produk yang sudah umum, selalu tersedia di toko dan market terdekat, serta dengan harga yang terjangkau.

Orang kelas menengah ke bawah inilah pangsa market terbesar dari industri consumer goods.

Tapi kalau GoTo dan GRAB sudah merger maka akan menjadi suatu yang tidak bisa dihindari bagi Aplikasi Karya Anak Bengaluru/Beijing
Aku Frugal mengatakan…
Dulu inget banget waktu UNVR lagi dipuncak dielu2kan oleh banyak orang dan semua Reksa Dana pasti Hold UNVR, tapi nasibnya kini :(
Anonim mengatakan…
Mau benjie kek mau ira kek,mereka cuma karyawan ngejar gaji aja. Orang marketing mah bisanya cuap2 doang ga ada otak. UNVR harga produknya mahal2. Pangsa pasarnya abis sama yg murah2.
Duoluo Tianshi mengatakan…
Unilever also has big problems in Europe. consumers in Europe and especially the US are very angry with the "big brands" like Kraft, Unilever, PepsiCo, Cola, etc. They increased their profit by lying about higher costs (Pepsi for example cost 0,69€ to 0,99€ before 2021, now 1,39€ to 1,59€ or as much as double!). Many consumers now buy no-name products and avoid big brands.

Although thanks to their gouging and profiting, many of those companies had a recoed year 2022 and 2023, Unilever actually made LESS money. And now that consumers avoid brands, it will probably get even worse.

I don't know if the Israel story matters (Indonesians are usually kind of plin plan about this kind of thing), but UNVR has competition and lost market shares and it's not easy to get that back.

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 27 April 2024

Ebook Investment Planning Kuartal I 2024 - Terbit 8 Mei

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Perkiraan Dividen PTBA: Rp1,000 per Saham