Saham Meta Platforms (META): Bisa Untuk Investasi Jangka Panjang?

Bulan Mei - Juni 2024 lalu kita sudah membahas Alibaba Group (BABA), perusahaan ecommerce salah satu yang terbesar di dunia yang penulis katakan sahamnya sudah cukup murah pada harga $81, dilanjut membahas Nvidia Corporation (NVDA), salah satu saham terbesar di Wallstreet yang sukses naik 10 kali lipat dalam waktu kurang dari 2 tahun, namun penulis katakan bahwa valuasinya pada harga $121 sudah mahal pada meskipun fundamentalnya memang bagus. Skip empat bulan kemudian, ketika artikel ini ditulis BABA masih stagnan di $81 seiring kembali turunnya indeks S&P500, sedangkan NVDA turun ke $102. Dan dalam jangka waktu 6 – 12 bulan kedepan penulis percaya bahwa BABA akan mampu naik, sedangkan NVDA sebaliknya akan lanjut turun.

***

Live Webinar How to Invest in US Stocks, Sabtu 21 September 2024, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

***

However meskipun memiliki market cap jumbo $197 miliar, namun BABA tidak termasuk dalam The Magnificent Seven, yakni tujuh saham terbesar, berfundamental terbaik, dan terpopuler di bursa NYSE/Nasdaq seperti halnya NVDA. Nah, jadi bagaimana kalau penulis katakan ada satu saham magnificent seven yang secara kinerja tidak kalah dengan NVDA, plus brand-nya jauh lebih populer, tapi di sisi lain valuasinya justru relatif masih murah? And yep, saham itu adalah Facebook, yang sekarang berubah nama menjadi Meta Platforms, Inc (META). Okay mari kita pelajari perusahaan sejak awal.

Sejarah Facebook dimulai pada tahun 2004 ketika Mark Zuckerberg, yang ketika itu kuliah di Harvard University, Amerika Serikat (AS), meluncurkan website ‘buku tahunan’ yang berisi foto-foto serta data diri para mahasiswa Harvard, yang memungkinkan para mahasiswa ini untuk tetap berhubungan satu sama lain (networking) bahkan ketika nanti mereka sudah lulus kuliah. Website ini diberi nama TheFacebook dengan nama perusahaan TheFacebook, Inc., dan masih di tahun yang sama berkembang hingga menjadi website social network bagi hampir seluruh universitas besar di AS. Tahun 2005 nama perusahaan berubah menjadi Facebook, Inc. (FB), dan mulai menerima setoran investasi dari sejumlah investor institusi yang kemudian digunakan untuk mengembangkan layanan FB hingga menjangkau masyarakat AS dan juga dunia secara umum, jadi tidak lagi sebatas untuk mahasiswa. Pada tahun 2008 Facebook sudah memiliki 100 juta pengguna di seluruh dunia, dilanjut pada tahun 2010 angka tersebut tumbuh lima kali lipat menjadi 500 juta pengguna.

Hingga pada bulan Mei 2012, Facebook, Inc. resmi melantai di Bursa Nasdaq pada harga perdana $38, dan website/aplikasi FB pada saat itu memiliki lebih dari 900 juta pengguna aktif bulanan, pendapatan $3.7 miliar, serta laba bersih $668 juta untuk tahun penuh 2011. Namun dengan laba per saham atau earnings per share (EPS) yang hanya $0.43 pasca IPO, maka cukup jelas valuasi perdana sahamnya terbilang premium dengan PER mencapai 88 kali ($38 dibagi $0.43). Alhasil tak lama setelah IPO-nya saham FB malah terjun bebas, dan terus turun sampai mentok di harga $18 di bulan September 2012. However perusahaan setelah itu mampu menunjukkan pertumbuhan konsisten dengan mencetak pendapatan $5.1 miliar di 2012, dan $7.9 miliar di 2013, dan demikian pula EPS-nya naik menjadi $0.60 pada tahun 2013. Alhasil sahamnya kembali naik hingga balik lagi ke level $38 di bulan Agustus 2013, dan setelah itu dia terus naik. Berikut adalah rangkuman kinerja pendapatan, laba operasional, laba bersih, serta EPS perusahaan sejak tahun 2011 s/d 2023. Angka dalam jutaan Dollar, kecuali EPS dalam Dollar (klik tabel untuk memperbesar):

Okay perhatikan: Kalau dari sisi pendapatan, maka Facebook adalah satu dari sedikit perusahaan raksasa di dunia yang mampu mencatat kinerja yang konsisten bertumbuh dalam jangka panjang, dengan hanya sekali saja pendapatannya turun pada tahun 2022 dibanding 2021, itupun penulis melihatnya karena di tahun 2021 terjadi booming penggunaan media sosial karena efek pandemi Covid sejak tahun 2020-nya, di mana pendapatan perusahaan melonjak lebih tinggi dibanding biasanya yakni 37.2% menjadi $117.9 miliar. Jadi wajar jika kemudian di tahun 2022-nya pendapatannya tampak agak turun menjadi $116.6 miliar seiring meredanya booming itu tadi, namun angka segitu tetap terhitung tumbuh signifikan dibanding tahun 2020 sebesar $86.0 miliar. Demikian pula dengan laba bersihnya, di mana meski angkanya lebih fluktuatif karena perusahaan juga memasukkan keuntungan/kerugian investasinya pada saham-saham perusahaan publik (seperti perusahaan teknologi lain pada umumnya, Facebook juga tidak memiliki banyak aset fisik dan karena itulah perusahaan lebih banyak menempatkan asetnya dalam bentuk cash dan/atau saham perusahaan lain), namun pada akhirnya angkanya terus bertumbuh di mana pada tahun 2023 kemarin, EPS-nya sudah mencapai $14.87, lompat lebih dari 30 kali lipat dibanding tahun 2011 (sebelum IPO) sebesar $0.43 per saham. Secara profitabilitas maka dengan return on equity (ROE) 35.4% per Q2 2024, maka Facebook, atau yang sekarang bernama Meta Platforms, adalah salah satu perusahaan paling besar sekaligus paling profitable di seantero Nasdaq.

Sehingga pertanyaannya sekarang ada dua. Pertama, bagaimana cara perusahaan hingga mampu untuk secara konsisten mencatat kinerja bertumbuh seperti itu? Dan kedua, apakah kinerja apik perusahaan akan mampu berlanjut hingga seterusnya? Untuk menjawabnya maka penulis memperhatikan hal-hal berikut.

Pertama, pada hari ini kita mengenal Meta Platforms (META) sebagai perusahaan media sosial yang memiliki lima jenis apps (aplikasi), yakni Facebook (FB), Instagram (IG), FB Messenger, WhatsApp (WA), dan Threads, di mana sebagian dari apps tersebut di-create sendiri oleh perusahaan, sedangkan sebagian lagi dibuat oleh pihak lain kemudian diakuisisi, dalam hal ini Instagram yang diakuisisi tahun 2012 senilai $1 miliar, dan WhatsApp yang diakuisisi tahun 2014 senilai $19 miliar. Nah, namun diluar itu maka perusahaan juga secara rutin mengembangkan dan/atau mengakuisisi aplikasi ini itu yang kemudian dibuat berdiri sendiri atau diintegrasikan ke dalam app lainnya yang sudah ada, dan hampir semuanya sukses berkembang. Jadi itulah alasan kenapa Facebook+Instagram sampai hari ini masih terus menguasai industri social media di seluruh dunia dengan total pangsa pasar lebih dari 70%, bahkan meskipun digempur oleh Twitter, TikTok, dst. Yang paling baru, sejak tahun 2020 lalu META juga meluncurkan Reality Labs (RL), yakni layanan virtual reality yang memungkinkan penggunanya masuk ke dunia metaverse, misalnya untuk bermain video game tapi seolah-olah kita masuk ke dalam permainan video game-nya itu sendiri, jadi bukan lagi duduk di depan layar televisi/komputer untuk menonton video game tersebut. Dan pihak manajemen menunjukkan keseriusannya dalam mengembangkan metaverse ini dengan mengubah nama perusahaan dari Facebook, Inc. menjadi Meta Platforms, Inc. pada tahun 2021. Namun sampai dengan Q2 2024, RL ini masih dalam fase ‘bakar duit’ dengan justru mencatat rugi operasional sebesar $8.3 miliar, terutama untuk research and development (R&D). Nevertheless, laba bersih META secara keseluruhan tetap tumbuh menjadi $23.4 miliar (berbanding $17.9 miliar pada Q2 2023), karena laba operasionalnya dari FB+IG tumbuh lebih tinggi hingga mampu menutup kerugian yang timbul dari RL.

Nah, jadi sebenarnya dari sini kita bisa lihat bahwa kalau saja META tidak meluncurkan dan/atau tidak melanjutkan pengembangan RL, maka kinerja laba bersihnya seharusnya bakal lebih bagus lagi! However dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi media sosial pasca pandemi, termasuk sekarang mulai booming penggunaan artificial intelligence (AI), maka sepertinya manajemen META percaya bahwa RL ini pada akhirnya akan menghasilkan profit dalam jangka panjang. Jadi sama seperti ketika perusahaan keluar $1 miliar pada tahun 2012 untuk akuisisi Instagram, dan tentunya keluar lebih banyak lagi di tahun-tahun selanjutnya untuk R&D Instagram itu sendiri, tapi hasilnya IG ini hanya mampu menghasilkan pendapatan $500 juta pada tahun 2015. Tapi setelah itu angka pendapatan tersebut naik terus hingga pada tahun 2023 kemarin IG sudah mampu mencetak pendapatan $49.8 miliar, setara sepertiga dari total pendapatan META secara keseluruhan.

Kedua, berbeda dengan perusahaan sejenis seperti Alphabet aka Google (GOOG), Microsoft (MSFT), dan Twitter yang memaksimalkan semua potensi pendapatan yang ada, misalnya dengan menawarkan layanan berbayar (paid subscription) untuk penggunanya, maka sampai dengan hari ini 98% pendapatan META masih berasal dari iklan (advertising) saja, itupun hanya melalui FB, Messenger, dan IG (ada yang nyadar kalau di WhatsApp gak ada iklan sama sekali?). Bahkan ketika IG membuat program yang memungkinkan selebgram menyediakan layanan konten berbayar untuk para follower-nya, maka selebgram tersebut akan menerima 100% pendapatan karena pihak IG tidak mengambil bagian keuntungan, sama sekali.

Sehingga, meski mungkin anda sendiri juga baru menyadarinya, namun META sampai hari ini masih menyediakan hampir seluruh layanannya secara gratis bagi miliaran penggunanya di seluruh dunia. Memang perusahaan belakangan ini juga mulai meluncurkan ‘centang biru berbayar’, namun sampai dengan Q2 2024 maka kontribusinya masih sangat kecil karena di sisi lain META tetap memberi kesempatan bagi para konten kreator/selebgram untuk memperoleh verifikasi centang biru secara gratis. But still, META tetap mampu mencetak pendapatan dan laba bersih jumbo setiap tahun, padahal seperti disebut di atas perusahaan juga masih bakar duit di segmen metaverse. Jadi bisakah anda bayangkan bagaimana kinerja perusahaan kedepannya jika manajemen memutuskan untuk memaksimalkan semua potensi pendapatan yang ada sehingga tidak lagi terlalu bergantung pada pendapatan iklan, dan jika segmen metaverse-nya akhirnya mampu mencetak laba? Sebagai perbandingan, Google juga di masa lalu memperoleh hampir seluruh pendapatannya hanya dari iklan, tapi setelah beberapa tahun ini perusahaan meluncurkan layanan berbayar seperti YouTube Premium, Google One, Google Workspace, dst, maka hasilnya hingga Q2 2024 barusan, maka dari total pendapatan GOOG sebesar $165.3 miliar, hanya $126.3 miliar aka 76% yang berasal dari iklan. Sehingga balik lagi ke META, maka potensi tambahan pendapatannya di masa depan masih sangat terbuka lebar, tinggal soal perusahaan mau meraihnya atau tidak.

Terakhir ketiga, adalah terkait sang founder, Mark Zuckerberg (MZ), yang penulis sendiri pernah membahasnya disini sebagai CEO yang teramat sangat sukses dan bisa disejajarkan dengan nama-nama legendaris di bidang teknologi seperti Bill Gates, Jeff Bezos, dan Alm. Steve Jobs, di mana Facebook/Meta Platforms juga tidak akan tumbuh hingga menjadi sebesar sekarang kalau bukan karena kerja keras yang bersangkutan. Dan faktanya, boleh anda cek, semua korporasi terbesar di Amerika itu pasti dibelakangnya ada CEO/founder yang memang sangat visioner, contohnya ya Berkshire Hathaway, yang gak akan jadi sebesar sekarang kalau bukan karena dinakhodai oleh the GOAT Warren Buffett.

Nah, jadi penulis percaya bahwa selama META dipegang oleh Bang Zuck, maka selama itu pula perusahaan akan terus bertumbuh. Dan bonusnya adalah, karena MZ ini relatif masih sangat muda (kelahiran 1984, jauh lebih muda dibanding nama-nama lain yang disebut di atas), maka harapannya dia masih punya banyak waktu untuk mengembangkan META hingga menjadi lebih besar lagi suatu hari nanti, entah sebesar apapun itu. Dan demikian pula saham META yang sejauh ini sudah lompat tiga belas kali lipat sejak IPO-nya, dan juga sudah naik 166% dalam waktu lima tahun terakhir ke posisi $500, masih akan bisa naik lebih tinggi lagi di tahun-tahun yang akan datang.

Tapi Sahamnya Sudah Mahal?

Okay Pak Teguh, jadi META pada harga $500 per saham bisa langsung dibeli saja nih? Well, tunggu dulu karena analisanya masih belum selesai. Tadi di awal penulis katakan bahwa valuasi META ini relatif masih murah, dan itu adalah karena pada harga saham $500.27, trailing PER-nya tercatat 25.5 kali. Sebagai perbandingan berikut adalah trailing PER dari enam saham the magnificent seven lainnya, berdasarkan posisi harga saham mereka masing-masing ketika artikel ini ditulis: 1. Apple (AAPL) 33.6 kali, 2. Nvidia (NVDA) 48.2 kali, 3. Microsoft (MSFT) 34.1 kali, 4. Alphabet (GOOG) 21.8 kali, 5. Amazon (AMZN) 40.9 kali, dan 6. Tesla (TSLA) 59.1 kali.

Sehingga kalau dari sisi PER maka META adalah memang merupakan saham termurah kedua di kelompok the magnificent seven, setelah GOOG. Namun tetap saja PER 25.6 kali itu tidak bisa dianggap murah kalau pakai standar Warren Buffett (WB), yang pada tahun 2016 lalu mulai membeli saham AAPL pada PER 11 – 12 kali saja (dan ketika sekarang PER AAPL mencapai lebih dari 30 kali, WB diketahui sudah menjual setengah sahamnya). Kemudian inilah menariknya: Ketika indeks Nasdaq turun dari posisi 16,000 di bulan November 2021 hingga mentok di 10,300 di bulan Oktober 2022, maka dalam kurun waktu yang sama saham META juga ikut terjun bebas dari posisi $340 hingga mentok di $90. Dan tahukah anda berapa PER-nya pada harga $90 tersebut kalau berdasarkan EPS-nya saat itu, yakni $8.59? Ya tinggal $90 dibagi $8.59 saja dan hasilnya adalah 10.4 kali, which is memang sudah murah kalau pakai standar Opa Warren, meskipun kinerja laba META di tahun 2022 tersebut sedang turun dibanding tahun 2021 (dan makanya sahamnya juga turun banyak). Nah tapi karena di tahun 2023-nya kinerja laba META naik lagi, dan demikian pula indeks Nasdaq naik hingga balik lagi di 16,000-an, maka jadilah META juga terbang hingga sekarang sudah di $500-an. Sehingga jika ada investor yang beli sahamnya di harga $90 tersebut maka dia akan bagger enam kali lipat! ..Dalam waktu kurang dari dua tahun saja. Dan gak usah di harga $90, jika anda baru beli META ini di awal tahun 2023 pada harga $100, $150, atau $200, maka tetap cuannya berlipat-lipat karena sahamnya tetap lanjut naik sampai ke harga $500 seperti sekarang.

Nah, jadi dari sini kita bisa lihat bahwa valuasi META, meski memang relatif murah dibanding anggota the magnificent seven lainnya, tapi dia bisa saja dihargai pada valuasi yang lebih murah lagi meski syaratnya adalah indeks Nasdaq harus turun dulu, dan demikian pula EPS META akan turun (karena itu tadi: Perusahaan menderita ‘kerugian investasi’ dari penurunan harga-harga saham yang dipegang, sehingga labanya turun meskipun pendapatannya masih naik). Kabar baiknya, penulis memang melihat bahwa Nasdaq kedepannya akan turun, mungkin sampai awal 2025 nanti, dan jika benar demikian maka META juga akan turun hingga ke level harga tertentu dimana PER-nya tinggal 12 kali atau lebih rendah lagi (setara harga saham $250 – 300), dan barulah pada saat itu kita bisa langsung sikat! Lalu hold saja hingga 1 – 2 tahun berikutnya. Atau, karena belum tentu juga META bakal turun sedalam itu maka jika dia turun sampai PER-nya tinggal 16 kali, maka disitulah kita bisa mulai beli secara nyicil, dan lanjut beli lagi setiap kali sahamnya lanjut turun hingga PER-nya menjadi 14, 12, dan akhirnya 10 kali (saya tidak melihat skenario META bisa turun sampai PER-nya kurang dari 10 kali, tapi jika itu terjadi maka kita bisa jual rumah sekalian). Setelah itu ya tinggal tunggu saja. Bonusnya adalah, karena META ini salah satu saham paling likuid di dunia dengan nilai transaksi $7 miliar atau lebih dari Rp100 triliun per hari, maka anda bisa beli dalam jumlah banyak kalau memang punya duitnya, mau sekaligus Rp100 miliar juga bisa! Ya daripada dihambur-hamburkan cuma buat naik jet pribadi dan beli roti ke US, betul tidak?

Pertanyaan terakhir, tadi Pak Teguh bilang indeks Nasdaq bakal turun, itu analisanya gimana? Well, karena artikel kali ini sudah cukup panjang maka itu akan kita bahas lagi minggu depan. Just stay tune!

***

Live Webinar How to Invest in US Stocks, Sabtu 21 September 2024, pukul 08.00 – 10.00 WIB. Untuk mendaftar klik disini.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Kuartal II 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia