Prospek Saham Tunas Baru Lampung (TBLA): Saham Biodiesel Yang Masih Undervalued

Pada ulasan sebelumnya tentang saham PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI, bisa dibaca disini), disebutkan bahwa sektor perkebunan kelapa sawit terbilang menarik karena Pemerintah RI sukses menjalankan program biodiesel B40 yang merupakan campuran 60% minyak solar dan 40% CPO (crude palm oil, alias minyak sawit mentah) untuk bahan bakar minyak atau BBM, yang kemudian menaikkan volume konsumsi CPO di dalam negeri dan imbasnya mengurangi volume ekspor. Dan karena Indonesia merupakan eksportir CPO terbesar di dunia, maka penurunan volume ekspor ini menyebabkan kelangkaan pasokan CPO di pasar internasional, dan alhasil harganya naik.

***

Ebook Investment Planning berisi kumpulan 25 analisa saham pilihan edisi Q3 2025 akan terbit tanggal 9 November, dan sudah bisa dipesan disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio langsung dengan penulis.

Tersedia juga edisi sebelumnya yang bisa dipesan pada harga diskon.

***

Dan kenaikan harga CPO inilah yang kemudian membuat emiten-emiten sawit di BEI melaporkan kinerja pendapatan serta laba bersih yang tumbuh signifikan di tahun 2025 ini, dan alhasil sahamnya juga turut naik. Kabar baiknya, selain AALI maka masih ada satu lagi emiten sawit yang sahamnya belum naik signifikan, dan bonusnya perusahaannya juga ada produksi biodiesel, jadi tidak hanya produksi CPO seperti kebanyakan emiten sawit lainnya. Yup, saya bicara tentang PT Tunas Baru Lampung, Tbk (TBLA) disini, dan berikut analisanya.

PT Tunas Baru Lampung, Tbk adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berdiri pada sejak tahun 1973, dengan kepemilikan lahan sawit di Lampung, Palembang, serta Pontianak, lengkap dengan pabrik kelapa sawit (PKS) yang mengolah buah sawit menjadi CPO, plus fasilitas penyulingan untuk mengolah CPO tersebut menjadi minyak goreng, margarine, stearine (bahan baku pembuatan lilin, kosmetik, dll), dan glycerine (bahan baku farmasi). Kemudian pada tahun 2012, perusahaan mengakuisisi kebun tebu serta membangun pabrik gula rafinasi, dilanjut tahun 2017 membangun pabrik biodiesel, dimana pada hari ini kesemua pabrik tersebut sudah beroperasi. Alhasil di sepanjang tahun 2024 lalu, 60% pendapatan TBLA berasal dari produk sawit dan turunannya termasuk biodiesel, dan 40% selebihnya berasal dari produk gula dan turunannya.

Dan pada titik ini maka anda akan mengerti kenapa kinerja TBLA selama ini tidak sebagus emiten sawit lainnya, dalam hal ini dengan return on equity (ROE) hanya sekitar 7 – 8% tiap tahunnya, yakni karena perusahaan tidak murni bergerak di bidang kelapa sawit melainkan juga jualan gula juga dalam jumlah yang cukup signifikan, dimana harga gula ini tidak bakal naik karena diatur oleh Pemerintah (karena gula itu merupakan kebutuhan pokok), dan alhasil margin laba TBLA menjadi tipis. Barulah memasuki tahun 2025 ini, setelah pabrik biodiesel milik perusahaan mulai beroperasi secara optimal, hasilnya pendapatan dari biodiesel naik tajam menjadi Rp4.1 triliun pada semester I 2025 (dihitung dari penjualan ke PT Pertamina, belum termasuk penjualan ke pelanggan yang lain), dari sebelumnya Rp1.5 triliun pada periode yang sama tahun 2024, dan lonjakan pendapatan dari biodiesel ini pula yang membuat total pendapatan TBLA tembus Rp10.5 triliun di sepanjang semester I 2025 kemarin, dan laba bersihnya juga lompat menjadi Rp447 miliar. Kemudian net profit margin (NPM, rumusnya laba bersih dibagi pendapatan) TBLA di tahun 2025 ini juga tercatat 4.3%, lebih tinggi dibanding 3.7% di tahun sebelumnya, yang menunjukkan bahwa margin laba dari usaha biodiesel ini lebih tinggi/lebih profitable dibanding usaha gula.

Kemudian inilah menariknya: Di tahun 2025 ini perusahaan tengah menyelesaikan pabrik biodiesel keduanya di Way Lunik, Lampung, yang akan menambah kapasitas produksinya sebesar 1,500 ton per day (TPD), dari saat ini 1,050 TPD. Sehingga ketika nanti pabrik keduanya ini sudah beroperasi maka tentu pendapatan perusahaan akan tumbuh lebih tinggi lagi, tidak hanya sampai akhir tahun 2025 tapi juga di 2026 nanti. Manajemen TBLA sendiri memproyeksi pendapatan sebesar Rp22 triliun untuk sepanjang tahun 2025 ini, terutama karena peningkatan pendapatan dari biodiesel. Sehingga dengan asumsi proyeksinya terpenuhi maka tentu saja laba bersih perusahaan juga akan naik signifikan, dan penulis perkirakan bahwa ROE perusahaan, yang hingga Q2 kemarin sudah naik ke 10.1% disetahunkan, akan naik lagi menjadi 12 – 15% pada Q3 dan Q4 nanti.

Progress konstruksi pabrik biodiesel kedua milik TBLA

Nah, jadi sekarang kita ke sahamnya: Di sepanjang 2025 ini, saham TBLA sebenarnya juga sudah naik lumayan, tepatnya +18% secara year to date (YTD) ke posisi Rp725, tapi kenaikan segitu tentunya masih kecil bahkan jika dibanding AALI, yang juga agak laggard dibanding saham sawit lainnya tapi sudah lompat +27% YTD. Kenaikan TBLA yang moderat ini kemungkinan karena itu tadi: Investor masih melihat perusahaan sebagai produsen CPO + gula, dan memang ROE-nya yang 10.1% itu juga tampak kecil (sebagai perbandingan ROE perusahaan sawit PT Triputra Agro (TAPG) mencapai 30%). Padahal TBLA sekarang ada jualan biodiesel juga, dan dalam jumlah yang hampir bisa dipastikan akan terus meningkat dari kuartal ke kuartal. Sehingga meski betul bahwa ROE-nya masih kecil, tapi ROE tersebut berpeluang untuk meningkat tajam dalam satu atau dua kuartal ke depan. Dan sudah tentu pada saat itu sahamnya tidak akan lagi dihargai pada price to book value (PBV) 0.5x seperti sekarang. Melainkan, jika kita kita anggap PBV wajarnya di 1.5x saja, maka targetnya sekitar Rp2,200 dalam waktu enam hingga dua belas bulan kedepan, tergantung realisasi kinerjanya hingga tahun 2026 nanti.

Kesimpulannya, yep, kita punya satu lagi calon bagger disini. Tinggal soal risikonya, dan menurut penulis risiko di TBLA ini terkait dengan penyelesaian pabrik biodiesel keduanya diatas, yang kita belum tahu kapan dan bisa saja masih lama dari sekarang, dimana jika itu yang terjadi maka tentunya kinerja TBLA saat ini tidak menjadi lebih bagus lagi, dan sahamnya juga bakal batal naik. Namun mengingat valuasi sahamnya yang masih sangat terdiskon, maka dalam skenario tersebut penulis perkirakan bahwa sahamnya hanya akan batal naik saja, tapi juga bakal turun signifikan. Di sisi lain jika manajemen TBLA bisa menyelesaikan pabrik biodiesel keduanya secara tepat waktu, atau lebih cepat, maka targetnya di Rp2,200 itu tadi. Nah, tertarik untuk masuk?

Disclosure: Ketika artikel ini diposting, Avere Investama sedang dalam posisi hold AALI di harga rata-rata Rp7,415. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.

***

Ebook Market Planning edisi November 2025 yang berisi analisis IHSG, rekomendasi saham, info jual beli saham, dan update strategi investasi akan terbit 1 November. Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk member.

Dapatkan postingan terbaru dari blog ini via email. Masukkan alamat email anda di kotak dibawah ini, lalu klik subscribe

Komentar

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2025 - Terbit 9 November

IHSG Senin Crash? Maybe Not.. Tapi Justru Disitulah Masalahnya

Live Webinar How to Invest in US Stocks, Sabtu 28 Juni 2025

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 6 September 2025

Video Seminar How to Invest in US Stocks - 2025

Saya Masih Hold Saham ADRO, Sekarang Bagaimana??

Cara Profit Maksimal Dari Investasi Emas