Samindo Resources

Pada akhir November 2016 lalu, penulis memperhatikan fakta bahwa seiring dengan kenaikan harga batubara yang dengan cepat menembus US$ 100 per ton, maka saham-saham batubara juga mengalami kenaikan luar biasa sejak dua bulan sebelumnya (awal Oktober). Masalahnya ketika sebuah saham naik signifikan dalam waktu singkat, katakanlah 100% hanya dalam 2 – 3 minggu, maka turunnya juga bisa sangat dalam, contohnya ya liat aja saham-saham Bakrie. Disisi lain kita juga tentu gak bisa mengharapkan harga batubara akan naik terus, melainkan pasti akan ada turunnya.

Namun setelah melakukan analisis secara detail, bisa penulis simpulkan bahwa sektor batubara belum mengalami euforia, sehingga masih menawarkan kenaikan lebih lanjut dalam jangka panjang. Meski demikian untuk periode November 2016 tersebut sampai awal tahun 2017 nanti, saham-saham batubara kemungkinan akan mengalami cooling down terlebih dahulu, alias bergerak mendatar atau turun sedikit (gak akan sampai balik lagi ke harga sebelum mereka naik), sebelum nanti siap-siap untuk lepas landas lagi, mungkin pada bulan April 2017. Sementara harga batubara itu sendiri mungkin akan turun dulu, tapi mentok-mentoknya cuma sampai US$ 80-an per ton saja. Anda bisa baca lagi ulasan analisisnya disini.

Waktu berlalu, dan ternyata apa yang terjadi kemudian memang hampir persis seperti yang diperkirakan: Saham-saham batubara mulai turun, tapi gak banyak turunnya, sementara harga batubara juga sudah turun ke level US$ 87 – 90 per ton. Namun meski sekarang baru menjelang Maret, tapi penulis perhatikan sektor batubara sudah mulai hot lagi, jadi mungkin kita gak perlu nunggu sampai April juga. However, keputusan untuk masuk ke saham-saham batubara mungkin kurang tepat untuk saat ini mengingat valuasi mereka tentunya sudah tidak semurah setahunan lalu, tapi bagaimana dengan saham-saham dari perusahaan mining service? Sebab meski mereka juga naik banyak dalam setahunan terakhir, tapi kenaikannya belum setinggi Bukit Asam (PTBA) dkk, sehingga valuasinya rata-rata masih murah, dan otomatis peluangnya masih terbuka. Jadi yang perlu kita kerjakan sekarang adalah men-screening saham-saham mining service tersebut, untuk menemukan saham yang fundamentalnya paling bagus, sekaligus (kalau bisa) valuasinya paling murah.

Dan opsi saham yang bisa dipertimbangkan adalah Samindo Resources (MYOH). Okay, kita langsung aja.

MYOH adalah perusahaan kontraktor batubara dengan layanan terintegrasi mulai dari eksplorasi tambang, studi kelayakan, penggalian batubara, pengiriman ke stockpile, dan pengangkutan batubara dari stockpile menuju pelabuhan. Dalam beberapa tahun terakhir seluruh pendapatan perusahaan berasal dari satu klien saja, yakni PT Kideco Jaya Agung, yang merupakan perusahaan batubara terbesar ketiga di Indonesia (setelah KPC milik Bumi Resources, dan Adaro). MYOH sendiri dipegang oleh Samtan Group, perusahaan asal Korea Selatan yang dimiliki oleh beberapa warga negara Korea yang dulunya merupakan karyawan senior di Kideco, jadi mungkin wajar jika Kideco kemudian menjadi pelanggan MYOH, karena koneksi langsung antara para direktur perusahaan dengan manajemen Kideco itu sendiri.


Sayangnya sampai sekarang klien MYOH ya cuma Kideco saja, sementara Kideco sendiri tidak menyerahkankan seluruh pekerjaan tambangnya ke MYOH, melainkan hanya sekitar 20% diantaranya. Jadi kalau Kideco mengeluarkan biaya US$ 1 milyar dalam setahun untuk pekerjaan tambangnya, misalnya, maka hanya sekitar US$ 200 juta yang masuk ke kantong MYOH sebagai pendapatan.

Namun entah karena MYOH ini dikelola oleh orang Korea atau faktor lainnya, track record kinerja perusahaan, kalau penulis boleh bilang, mirip-mirip perusahaan-perusahaan big caps. Pertama, utangnya kecil, hanya sekitar separuh nilai ekuitasnya. Kedua, pendapatan perusahaan dalam satu tahun sudah lebih besar total aset perusahaan, dan itu terjadi bahkan ketika harga batubara sedang terpuruk beberapa tahun lalu. Ketiga, margin laba bersihnya terbilang besar, sekitar 15% dari nilai pendapatan, dan tidak pernah ada biaya-biaya yang aneh-aneh yang menekan perolehan labanya (jadi ngga kaya Darma Henwa). Keempat, perusahaan rutin membayar dividen dalam jumlah yang wajar setiap tahunnya, yakni sekitar 30% dari nilai laba bersih perusahaan di tahun sebelumnya. Dan kelima, ketika industri tambang batubara secara umum mengalami penurunan, maka manajemen MYOH menyiasatinya dengan melakukan efisiensi yang kemudian berhasil, sehingga laba bersihnya tetap naik hingga tahun 2015 lalu, dan hanya turun di tahun 2016, tapi itupun ROE-nya tetap terjaga di level diatas 20%.

Jadi ketika pada tahun 2015 lalu penulis menemukan saham ini di harga 400-an, dan PBV-nya waktu itu cuma 0.8 kali, maka tentu saja penulis sudah mulai tertarik, apalagi dividend yield-nya juga gede banget, mencapai 10% dari harga sahamnya. Namun karena pada tahun tersebut harga batubara juga turun, tepatnya hingga mencapai titik terendahnya pada awal tahun 2016, maka MYOH, seperti juga saham-saham batubara lainnya, tidak memiliki sentimen untuk naik. Tapi karena disisi lain fundamentalnya juga masih jauh lebih baik dibanding kebanyakan perusahaan batubara dan mining servce yang lain, maka MYOH juga gak sampai jeblok, dan penurunannya tetap tertahan di 430 – 450. Sekedar pengingat, pada Januari – Februari 2016 lalu saham-saham batubara anjlok gak karu-karuan hingga 20 – 30% hanya dalam dua bulan tersebut (ketika itu karena sentimen turunnya harga minyak), padahal mereka sudah turun banyak banget sebelumnya. Tapi MYOH, sekali lagi, ketika itu tetap tidak bergeming.

Kemudian pada pertengahan 2016, harga batubara perlahan tapi pasti mulai merangkak naik, dan MYOH juga ikut naik meski gak sekenceng saham-saham batubara lainnya, ketika itu dari melompat dari 450 ke 550, dan kemudian bertahan disitu. Dan ketika artikel ini ditulis, MYOH sudah berada di level 680, tapi kabar baiknya pada harga segitu PBV-nya masih 1.1 kali, sehingga masih terbilang murah mengingat kinerjanya yang bagus, dan jangan lupa: Meski di tahun 2016 ini laba MYOH masih turun, tapi di tahun 2017 nanti hampir pasti pendapatan serta laba bersih perusahaan akan naik lagi karena imbas dari kenaikan harga batubara, sementara perusahaan juga sudah mengamankan kontrak dari Kideco hingga setidaknya tahun 2019, dan bisa diperpanjang. Sekitar dua tahun lalu waktu penulis pertama kali menemukan MYOH ini, asumsi harga wajarnya yang paling konservatif adalah sekitar 800. Namun dengan momentum rise of coal, maka tentu kita bisa sedikit lebih optimis lagi: MYOH bisa saja naik lebih tinggi lagi dari 800 tersebut, meski mungkin waktunya agak lama dari sekarang. Tapi untuk jangka pendeknya sekalipun, jangan lupa bahwa sekitar April - Mei nanti perusahaan akan bagi dividen, biasanya cukup besar, dan itu tentu bisa jadi sentimen positif buat sahamnya.

Kesimpulannya, jika saham Darma Henwa (DEWA) yang kita bahas minggu kemarin mungkin tidak bisa dipakai untuk investasi mengingat swing-swing sahamnya yang sangat ekstrim, maka MYOH merupakan pilihan yang jauh lebih aman, tapi tetap menawarkan profit lumayan (belum termasuk dividen) mengingat dia belum naik banyak jika dibanding saham-saham batubara lainnya, tentunya jika anda bisa memegangnya minimal untuk jangka menengah, alias 6 – 12 bulan kedepan.

PT. Samindo Resources, Tbk
Rating Kinerja pada Kuartal III 2016: A
Rating saham pada 680: A

Disclosure: Ketika artikel ini dipublikasikan, Avere sedang dalam posisi memegang MYOH di harga 660. Posisi ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Info Investor: Buletin Analisis IHSG & Stockpick saham pilihan edisi Maret 2017 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya disini. Gratis konsultasi saham langsung dengan penulis untuk member.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Unknown mengatakan…
I think your article has power to increase stock price hehehe
Unknown mengatakan…
Mantep myoh

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia