Pendapat Saya Tentang Trading Binary Options

Pada tahun 1920-an, didorong oleh perkembangan teknologi baru seperti kendaraan bermotor, telepon, televisi (yang memunculkan banyak artis film), dan radio (yang memunculkan banyak artis musik), maka Amerika Serikat dan seluruh dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dan dekade 1920-an kemudian dikenal dengan istilah Roaring Twenties. Pada masa ini ada banyak kaum pekerja yang memiliki uang lebih untuk diinvestasikan, salah satunya di pasar saham, dan alhasil jumlah investor dan trader saham di Wallstreet meningkat signifikan, dan demikian pula harga-harga saham terus saja naik. Pada akhir tahun 1920, Dow Jones Industrial Average berada di posisi 72, dan pada pertengahan tahun 1929 DJIA sempat menyentuh 381, atau naik lebih dari 5 kali lipat hanya dalam waktu tidak sampai 9 tahun. Dan sudah tentu ketika DJIA-nya saja naik setinggi itu, maka harga-harga saham di New York Stock Exchange naiknya lebih tinggi lagi!

***

Ebook Market Planning (EMP) edisi Februari 2022 berisi update analisa pasar/IHSG, rekomendasi saham bulanan, dan info jual beli saham, sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi/tanya jawab saham untuk member.

***

Kenaikan luar biasa pada harga-harga saham seketika menyebabkan euforia, hingga semua orang di Amerika Serikat, mulai dari direktur perusahaan besar hingga tukang semir sepatu keliling, ingin ikut berinvestasi di pasar saham. However, tentu saja mayoritas dari mereka bahkan tidak mengerti, apa itu saham? Dan bagaimana penjelasannya ketika saham A naik, sedangkan saham B turun? Lalu apa pula itu Dow Jones? Masalahnya adalah, dalam kondisi dimana belum tersedia cukup buku atau kelas yang mengajarkan tentang saham, sedangkan pengetahuan tentang investasi saham itu juga cukup panjang dan kompleks sehingga tidak bisa langsung selesai dipelajari hanya dalam 1 – 2 hari, maka pada akhirnya hanya ada sedikit 'investor' yang benar-benar paham soal saham itu sendiri. Alhasil muncul ide tempat transaksi ‘trading’ yang jauh lebih sederhana diluar bursa saham itu sendiri, yang kemudian dikenal dengan sebutan bucket shop. Jadi intinya di bucket shop ini, seseorang bisa bertaruh apakah sebuah saham akan naik atau turun dalam jangka waktu tertentu, dimana jika tebakannya benar maka dia akan memperoleh keuntungan, biasanya sebesar dua kali lipat dari nilai taruhannya atau lebih besar lagi, tapi jika tebakannya salah maka uang taruhannya akan habis, as simple as that. Dari sini kita bisa lihat bahwa orang yang ‘trading’ di bucket shop ini sama sekali tidak membeli atau menjual saham, alias tidak benar-benar trading apalagi berinvestasi, melainkan sebatas menebak apakah suatu saham akan naik atau turun, biasanya dalam jangka waktu yang sangat singkat (harian, atau bahkan jam-jaman).

Nah, sebenarnya bucket shop ini sudah ada jauh sejak tahun 1920-an, namun menjadi booming di era roaring twenties sebagai ‘alternatif’ bagi orang-orang yang ingin ikut trading saham tapi tidak mau ribet belajar analisa fundamental, teknikal dll, dimana di bucket shop ini seseorang tidak perlu paham istilah-istilah pasar saham yang njlimet itu. Yang harus mereka lakukan hanya menebak, mengambil satu dari dua pilihan kemungkinan, apakah sebuah saham akan naik atau turun, that’s it.

Sayangnya di kemudian hari, ada banyak pemilik/pengelola bucket shop yang terbukti berbuat curang sehingga merugikan para kliennya. Contohnya seorang pengelola bucket shop, sebut saja A, membeli saham X dalam jumlah besar di pasar saham sehingga harganya naik signifikan, dan hal itu menjadi perhatian banyak orang. A juga menyebar rumor bahwa saham A ini akan naik lebih tinggi lagi. Kemudian di bucket shop miliknya, A mengadakan taruhan dimana orang-orang bisa bertaruh apakah saham X ini akan naik, atau turun. Dan ketika ada banyak orang memasang taruhan bahwa saham X ini akan naik, maka A justru menjual saham X secara besar-besaran sehingga harganya anjlok. Alhasil A untung besar dari kerugian para kliennya sendiri.

Dan masih ada banyak lagi cara-cara curang lainnya, yang pada intinya menyebabkan para klien bucket shop, meski mungkin sempat untung pada awalnya, tapi selalu rugi besar pada akhirnya. Alhasil masih di dekade 1920-an, Pemerintah Negara Bagian New York, Amerika Serikat, menerbitkan peraturan undang-undang yang pada intinya melarang keberadaan bucket shop, dan setelah itu istilah bucket shop tidak pernah terdengar lagi.

Binary Options, Bucket Shop Era Modern

Binary option, atau secara harfiah bermakna ‘pilihan yang berpasangan’, pada intinya sama dengan bucket shop dimana klien atau nasabah harus menebak ‘ya’ atau ‘tidak’ terhadap sebuah pertanyaan, misalnya ‘Apakah harga saham A akan naik hingga diatas Rp1,000 dalam waktu seminggu ke depan?’ Pada prakteknya ada banyak sekali variasi atas metode binary option ini, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, tapi intinya tetap sama: Klien harus bertaruh sejumlah uang lalu memilih antara dua pilihan tebakan, dimana jika tebakannya benar maka dia akan menerima uangnya kembali plus sejumlah keuntungan, tapi jika tebakannya salah maka dia akan kehilangan seluruh uangnya. Beberapa orang menyebut binary option ini sebagai ‘trading’, tapi berdasarkan penjelasan tentang bucket shop diatas maka cukup jelas bahwa tidak ada trading disini, sama sekali.

Kemudian seperti juga halnya bucket shop, maka binary options ini rawan sekali manipulasi dan kecurangan. Seperti yang ditulis oleh Wikipedia, ‘Ada banyak broker binary options yang terbukti sebagai pelaku penipuan. Dalam banyak kasus, klien tidak benar-benar bertaruh terhadap naik turunnya saham (atau aset keuangan lainnya), melainkan bertaruh melawan brokernya sendiri. Kemudian sering terjadi manipulasi terhadap data naik turunnya harga saham, yang pada akhirnya merugikan klien. Lalu jika klien meraih keuntungan, maka mereka dipersulit ketika hendak menarik dananya, malah justru didorong untuk setor dana lebih besar lagi. Dan meski di negara tertentu, binary options terkadang diatur/diregulasi oleh otoritas berwenang, tapi di sebagian besar negara, binary options ini tidak diatur, hanya ditawarkan dan diperdagangkan lewat internet, dan rentan terhadap penipuan’.

Nah, sebenarnya kalau anda masih ingat, binary options ini sudah dipromosikan secara besar-besaran oleh sebuah aplikasi broker dengan nama Binomo, di Indonesia sejak tahun 2019 lalu, ketika itu dengan kalimat iklan yang kemudian menjadi sangat populer, ‘Jutaan orang tidak menyadari bahwa mereka bisa menghasilkan $1,000 per hari, tanpa meninggalkan rumah’. Pada video dibawah ini, ditampilkan seseorang yang mengaku sebagai ‘trader profesional’ dengan nama Budi Setiawan mengenakan baju jas yang tampak mahal, sedang duduk di sebuah ruangan di dalam rumah mewah, dan ditemani oleh wanita-wanita cantik. Si trader ini bercerita bahwa ia hanya perlu trading melalui platform binomo selama 2 – 3 jam dalam sehari tapi hasilnya luar biasa, hingga setahun kemudian bisa beli rumah mewah dan jalan-jalan keliling dunia (which is itu juga yang penulis lakukan saat ini sebagai investor saham, tapi saya sama sekali gak trading binomo). Ia juga menunjukkan bagaimana ia membuka aplikasi binomo di laptop, lalu klik untuk bertaruh sebesar $100 bahwa harga sebuah saham akan naik, dan satu menit kemudian saham itu benar-benar naik, sehingga ia menerima kembali uangnya plus keuntungan sebesar $88. Easy!

However, meski iklannya sangat jor-joran, namun sampai dengan akhir tahun 2019, Binomo hanya mampu menggaet sedikit nasabah. Namun memasuki 2020, terjadi peristiwa pandemi yang menyebabkan orang-orang bekerja dari rumah (work from home atau WFH), sehingga ada banyak orang yang punya lebih banyak waktu termasuk untuk scroll media sosial utamanya Instagram, YouTube, dan TikTok. Sehingga mulai pada tahun 2020 inilah, muncul banyak influencer selebgram, dan Youtuber. Nah, kemungkinan Binomo, dan juga platform-platform binary options lainnya, melihat fenomena ini, dan mereka kemudian memutuskan untuk bekerja sama dengan para influencer ini yang jelas-jelas sudah cukup terkenal dan memiliki ratusan ribu atau bahkan jutaan follower, sehingga mereka memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibanding ‘Budi Setiawan’ diatas. Kemudian di waktu bersamaan, fenomena WFH juga menyebabkan booming investasi dan trading saham, crypto, dan lain sebagainya, yakni karena ada banyak karyawan yang WFH yang mengisi waktu senggangnya di rumah untuk iseng-iseng ‘trading’ melalui banyak platform yang tersedia di internet, tentunya dengan harapan memperoleh penghasilan tambahan. Dan sudah tentu ada banyak dari mereka yang belum bisa membedakan apa itu saham, reksadana, crypto, futures/kontrak berjangka, forex, NFT, robot trading, hingga binary options ini. Yang mereka tahu ya mereka ‘trading’ dan hasilnya bisa cuan, tapi bisa juga rugi, that’s it!

Nah, lalu kenapa binary options ini yang sekarang ramai dianggap sebagai penipuan? Ya itu karena seperti disebut di atas, sejak awal binary options ini memang bukan trading, dan bahkan bukan judi dimana seorang penjudi masih ada kemungkinan untuk menang, melainkan suatu sistem manipulasi dimana broker bisa menentukan sepenuhnya apakah tebakan kliennya akan benar atau salah. Yup, ada banyak testimoni yang menyebutkan bahwa ketika klien pakai akun demo dengan dana virtual, tebakannya benar semua dan alhasil dia cuan besar, dan bahkan ketika setor dana sungguhan dengan nilai kecil, hasilnya juga masih cuan. Tapi begitu klien setor dana besar, maka tebakannya mendadak salah semua hingga uangnya langsung habis tak bersisa.

Dan kalau hampir semua klien binomo testimonialnya seperti itu, maka bukankah itu berarti sejak awal platform-nya sudah di-setting agar klien pada akhirnya akan rugi? I mean kalau orang trading/invest di saham, maka memang banyak yang rugi, tapi yang cuan juga tidak sedikit, termasuk penulis sendiri dalam dua tahun terakhir ini tetap cuan dan beat the market. Kemudian yang rugi ini biasanya gak sampai habis juga duitnya. Contohnya kalau anda termasuk korban pompom IPO Bukalapak (BUKA) beberapa waktu lalu, maka meski anda sekarang rugi, tapi kalau anda memutuskan untuk cut loss BUKA sekarang maka minimal duit anda masih ada sisanya, karena saham BUKA gak turun sampai gocap juga.

Oke lalu kenapa binary options ini sampai booming hingga memakan banyak korban? Ya karena keberadaan para influencer yang bekerja sama dengan binomo dkk itu tadi, yang kemudian dikenal dengan sebutan affiliator. Coba perhatikan: Seperti halnya Mas Budi Setiawan yang di videonya menampilkan rumah besar dan laptop mahal, para affiliator ini juga melakukan pamer harta, atau sekarang istilahnya flexing, dengan memposting foto-foto rumah mewah, mobil mahal, hingga foto-foto liburan di luar negeri di akun medsos mereka. Kemudian mereka juga membuat video demo trading untuk menunjukkan bahwa seolah-olah trading binary ini gampang sekali, dan hasilnya pasti cuan berkoper-koper. Ini memang trik psikologis untuk menarik minat calon korban, karena pada dasarnya semua orang selalu menyukai ide dan cara untuk cepat kaya tanpa bekerja (atau cuma klik klik sebentar di laptop, terus jalan-jalan sama ayang), lalu bisa hidup mewah ala sultan.

Dan faktanya semakin sering seorang influencer melakukan flexing, maka justru semakin banyak follower-nya! Jadi inilah penulis kira kenapa binary options ini sukses memakan banyak korban (‘sukses’ disini dari sudut pandang pemilik platform binomo dkk itu tadi), dimana ceritanya selalu sama: Para korban ini bisa menjadi korban karena silau dengan flexing yang dilakukan oleh para affiliator. Dan actually di saham juga ada banyak influencer yang melakukan flexing ini, biasanya dengan pamer sahamnya ARA terus tiap hari, hingga sukses menggaet ratusan ribu hingga jutaan follower di media sosial (sedangkan influencer seperti penulis yang memutuskan untuk gak pernah pamer mobil ceper, jumlah follower-nya ya segitu-gitu aja). Bedanya sekali lagi, meski ada banyak juga follower influencer saham ini yang kena jebakan saham gorengan dan rugi, tapi yang cuan juga banyak, dan tidak ada bukti bahwa mereka menjadi affiliator dari binomo atau semacamnya. Jadi pada akhirnya tidak ada yang sampai melaporkan mereka ke polisi.

Kesimpulan

Anyway, ketika penulis ditelpon wartawan untuk berkomentar tentang binary options ini, maka penulis jawab bahwa itu hanyalah modus investasi/trading bodong baru yang memanfaatkan sifat dasar manusia: Serakah, dan ingin cepat kaya. Sebelum binary options ini ada kasus First Travel, Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS), Jouska dst. Dan setelah binary options ini, percaya sama saya, nanti juga akan muncul modus berikutnya lagi, dan dengan jumlah korban yang juga tidak kalah banyaknya.

Dan sebenarnya kunci agar kita tidak turut menjadi korban dari modus-modus baru ini sebenarnya sederhana saja: Akal sehat. Sekarang coba pikir, apakah memang segampang itu bagi seseorang untuk cuan besar entah itu dari binary options atau apapun (termasuk dari saham), lalu hidupnya mendadak berubah dari tadinya karyawan gaji UMR menjadi sultan? Bahkan seorang Raffi Ahmad saja, ia jelas bukan selebritis kemarin sore melainkan sudah belasan tahun bekerja sebagai media personality, dan hasilnya memang sukses. Termasuk penulis sendiri, meski dalam banyak kesempatan saya mengatakan bahwa sebagai investor saham full time, saya hanya perlu kerja sebentar setiap harinya tapi hasilnya tetap cuan besar, dan juga punya rumah tinggal yang nyaman di Bandung, bisa jalan-jalan keliling dunia dan seterusnya, tapi saya tidak pernah mengatakan bahwa saya mencapai posisi saat ini hanya dalam waktu singkat, melainkan melalui proses yang panjang hingga lebih dari 10 tahun, karena memang itulah kenyataannya! Pada ulasan berikut ini, saya juga mengatakan bahwa kalau kita bisa secara konsisten profit 20 – 25% saja per tahun dari saham, maka hasilnya dalam jangka panjang akan luar biasa dimana setoran sebesar satu juta Rupiah saja per bulan, dan dengan profit moderat di atas, bisa tumbuh menjadi milyaran Rupiah dalam waktu 10 – 15 tahun, karena faktor compounding interest.

Tapi yah sekali lagi, bahkan Warren Buffett sendiri mengatakan bahwa, ‘Nobody wants to get rich slowly’, dan karena itulah skema ‘cepat kaya’ seperti binary options ini akan selalu muncul dalam modus yang berbeda-beda, karena memang akan selalu ada peminatnya. But don’t worry karena melalui blog ini, penulis akan secara konsisten menyajikan pengetahuan serta warning seperti ini, tentunya dengan harapan bisa membantu mereka yang terjebak untuk kembali ke ‘jalan yang lurus’, dan semoga dengan demikian kita bisa bersama-sama meraih financial freedom seperti yang kita semua cita-citakan. Aamiin!

***

Jadwal Webinar Value Investing: Sabtu, 12 Februari 2022, pagi pukul 08.00 - 11.00 WIB. Untuk bergabung, klik infonya disini.

Dapatkan postingan via email

Komentar

MFTKIA mengatakan…
Akhirnya Pak Teguh bahas 'binary option', dan penjelasannya sangat² membuka mata para pengguna 'bo' ini.
Sehat² terus Pak Teguh, dan tetap memberikan informasi seputar investasi/trading saham.
Anonim mengatakan…
Dari dulu hingga sekarang, bahkan kecenderungan ke depan, apalagi dengan IT aka AI, anggota bursa adalah BBB bad bad bad ... pis bronsis..pis

B Book Brokers, as market maker penuh dengan konflik kepentingan, jelas, karena konglomerasi, plat hitam, plat merah, atau plat kuning, plat putih, saya kira sama saja.

AB sekaligus punya share SRO.
Bank selain FA, ya broker juga.
Pasti tidak terbentuk kultur chinese wall.
I don si eni indepensI. Bisa-bisa malah dikasih api (fired).

Ke depan, bisa jadi, order pun tidak riil masuk ke bursa. Karena harga "dibuat" untuk "mengakomodasi" trailing yang diset (oleh para trader), terlebih dengan online, "RoboTrader", non deliver, etc.. berkaca dari fx n futures.

b/o jutaan lot di satu dua tiga empat lima enam level sedangkan lainnya hanya 1 2 lot saja. One or more groups in every B houses.

When it comes into intentions: Hang atau lag, dan banyak hal lainnya akan berujung pada excuse kendala teknis, force majeur.


Karenanya ada yang bilang, bursa sebagai wahana memindahkan wealth dari yang tidak sabar (saban detik scalp terus, :hurray!) ke yang sabar (termasuk nyangkuter, hopefully, :cross fingers)...

fyq: USSR hancur karena glastnov pereitroika kah ??
PRC dengan tirai bambunya, membuka diri setelah apa ya ???
halllah ngetik opo kulo iki... pis bro n sis..

ijmho...

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia