Bank BTN, dan Prospek Program Sejuta Rumah

Di semua negara di seluruh dunia, salah satu sektor usaha yang paling menguntungkan adalah perbankan. Karena segala jenis usaha lainnya di negara yang bersangkutan pasti membutuhkan jasa perbankan, baik itu untuk transaksi keuangan maupun kebutuhan pendanaan. However, industri perbankan pada satu negara tertentu biasanya hanya didominasi oleh beberapa pemain saja. Termasuk di Indonesia, dimana lebih dari 70% aset perbankan disini dikuasai oleh empat emiten yakni Bank BCA (BBCA), Bank Mandiri (BMRI), Bank BRI (BBRI), dan Bank BNI (BBNI). Alhasil, meski tadi diatas dikatakan bahwa sektor perbankan terbilang menguntungkan, namun bank yang benar-benar membukukan profit jumbo setiap tahunnya hanyalah empat bank diatas saja. Sedangkan diluar itu, mereka seringkali harus puas dengan return on equity kurang dari 12% setiap tahunnya, itupun tidak konsisten/kadang bisa rugi pada tahun-tahun tertentu.

***

Jadwal Seminar Value Investing: Untuk saat ini belum ada jadwal, namun anda bisa memperoleh rekaman seminarnya disini (rekaman seminar terbaru, bulan Juni 2019 kemarin).

***

Dan Bank BTN (BBTN) adalah salah satu dari sekian banyak bank di Indonesia dengan mediocre performance diatas, dimana hingga sebelum tahun 2015 lalu, ROE-nya hanya berada di kisaran 10 – 12% saja per tahun. Jadi meski dalam hal ini nilai aset bersih/ekuitas BBTN tetap terus tumbuh dalam jangka panjang, namun rate pertumbuhannya relatif lebih rendah dibanding big four banking diatas (BBCA dkk), dan demikian pula kenaikan sahamnya tidak terlalu tinggi meski setelah sekian tahun sekalipun. You see, pada Februari 2010, BBTN berada di posisi 1,000-an. Dan berapa posisi BBTN pada bulan Februari 2015, alias lima tahun kemudian? Ternyata masih di 1,000-an juga.

However, pada tahun 2015 inilah, Pemerintah Republik Indonesia meluncurkan satu program kerja yang di kemudian hari sangat menguntungkan BBTN, yaitu program pembangunan sejuta rumah bersubsidi untuk masyarakat menengah kebawah. Nah, balik lagi ke soal industri perbankan di Indonesia: Untuk bank-bank diluar big four, mereka sulit untuk membukukan kinerja bagus karena masyarakat itu sendiri agak sulit kalau diajak menabung/buka rekening di mereka. Karena logika saja: Jika anda selama ini sudah nyaman menabung di BCA, maka ngapain lagi anda buka rekening di bank kecil yang mesin ATM-nya saja entah ada dimana?

Tapi jika ada bank kecil/menengah tertentu yang menawarkan layanan spesialis tertentu, dimana masyarakat mau tidak mau harus ke bank tersebut jika mereka membutuhkan layanan tersebut, maka barulah bank kecil tersebut akan membukukan profit lumayan. Contohnya bank pembangunan daerah seperti Bank BJB (BJBR), atau Bank Jatim (BJTM), dimana mereka spesialis memberikan kredit consumer, dan juga menjadi tempat transfer gaji/transaksi keuangan bagi Pegawai Negeri Sipil, institusi, dan perusahaan daerah di provinsi setempat. Alhasil dua bank ini kinerjanya cukup baik, gak kalah dibanding BBRI dkk. Kemudian ada lagi, Bank BTPN Syariah (BTPS), yang spesialis memberikan pembiayaan mikro syariah untuk ibu-ibu prasejahtera di seluruh Indonesia.

Lalu bagaimana dengan BBTN? Nah, BBTN sejak dulu adalah juga spesialis, dalam hal ini spesialis penyaluran kredit pemilikan rumah alias KPR. Sampai-sampai ada anekdot, BTN itu adalah singkatan dari ‘bayar tapi nyicil’, karena bank ini identik dengan cicilan KPR itu tadi. Hingga tahun 2015, BBTN adalah market leader di industri KPR di Indonesia, dimana perusahaan membantu pembiayaan sekitar 100,000 unit rumah setiap tahun.

Tapi jika dibanding dengan jutaan penduduk di Indonesia yang butuh tempat tinggal baru saban tahunnya, maka angka seratusan ribu unit rumah diatas sejatinya masih sangat kecil, dan alhasil kinerja BBTN sebelum tahun 2015 terbilang gitu-gitu aja. Barulah setelah pemerintah meluncurkan program sejuta rumah, dimana BBTN ditunjuk sebagai penyalur KPR-nya karena dia sejak awal merupakan bank yang paling berpengalaman di bidang ini, maka peruntungan BBTN mulai berubah. Di tahun 2015 tersebut, BBTN membukukan laba Rp1.9 trilyun, meningkat signifikan dibanding tahun 2014 senilai Rp1.1 trilyun, yang kembali meningkat di tahun 2016 menjadi Rp2.6 trilyun, dan naik lagi menjadi Rp3.0 trilyun di tahun 2017. Hingga pada Kuartal I 2019 kemarin, ekuitas BBTN tiba-tiba saja sudah berada di level Rp24.5 trilyun, melonjak dua kali lipat dibanding akhir tahun 2014 (sebelum program sejuta rumah tadi diluncurkan) di level Rp12.2 trilyun. Sementara sahamnya? Well, tentu saja terbang, dari sebelumnya mentok di 1,000-an di tahun 2015, hingga hampir saja tembus 4,000 pada awal tahun 2018 lalu. Tapi karena pada harga 4,000 tersebut BBTN sudah overvalue (PBV-nya ketika itu tembus 3 kali, atau sudah mendekati PBV BBCA), maka sahamnya lalu turun sendiri hingga mentok di persis 2,000, sebelum kemudian sekarang stabil di kisaran 2,400-an.


Daaan terus terang, penulis sendiri ketika itu miss peluang di BBTN ini, karena pada tahun 2016 – 2017 kita lebih sibuk di saham-saham batubara (yang memang cuan juga). Tapi setelah sekarang valuasinya menjadi reasonable lagi pada PBV sekitar 1.0 kali (dan actually itu undervalue, mengingat ROE BBTN sekarang sudah lumayan stabil di sekitar 15%), maka penulis mulai melirik BBTN ini lagi. Karena disisi lain, juga belum ada tanda-tanda bahwa program sejuta rumah tadi akan dihentikan.

Okay, lalu bagaimana prospek BBTN ini kedepannya? Nah, kata kunci untuk BBTN ini adalah itu tadi, yakni terkait kelanjutan program sejuta rumah. Dan inilah yang perlu dicatat: Meski judul programnya ‘sejuta rumah’, namun jumlah unit rumah yang benar-benar dibangun saban tahunnya sejak tahun 2015 hanya di kisaran 400 – 500 ribu unit saja, tapi angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun, dan baru benar-benar tembus 1 juta unit pada tahun 2018 kemarin. Untuk tahun 2019 ini, Pemerintah melalui Kementerian PUPR mentargetkan membangun 1.25 juta unit rumah, dimana jika itu terealisasi maka BBTN bakal jackpot lagi. Yep, jadi bisa dibilang bahwa peningkatan laba yang dialami BBTN dalam beberapa tahun ini baru permulaan, karena faktanya di Indonesia yang sangat besar ini, ada jutaan penduduk yang butuh tempat tinggal baru setiap tahunnya, dan untungnya Pemerintah mampu untuk komitmen melaksanakan program sejuta rumah ini, dimana jumlah unit rumah yang dibangun juga terus bertambah setiap tahunnya (meski banyak dikritik karena harganya tidak cukup terjangkau dst, tapi yang jelas program ini masih tetap jalan terus).

Kemudian diluar program pemerintah diatas, industri properti di tanah air itu sendiri berpeluang untuk kembali melaju pada tahun ini, atau mungkin tahun 2020 nanti, dimana pada saat ini semua faktor mendukung untuk pulihnya sektor properti: Pelonggaran peraturan LTV (loan to value), termasuk ada wacana DP 0% segala, suku bunga BI yang relatif rendah, pertumbuhan ekonomi stabil, hingga pelaksanaan Pemilu kemarin yang berjalan aman dan damai. Actually, lesunya sektor properti sejak tahun 2013 lalu menjadi berkepanjangan salah satunya karena konsumen masih wait and see terkait pemilu dan pilpres kemarin. Tapi untungnya semuanya aman-aman saja, sehingga selanjutnya cuma soal waktu saja sebelum industri properti akan kembali pulih, dan BBTN terutama akan kembali diuntungkan.

Kesimpulannya, well, bagi anda yang ketinggalan kereta di BBCA dkk, tapi juga gak mau invest di saham bank kecil yang gak jelas, maka kita punya BBTN ini. Dalam hal ini BBTN tidak hanya memenuhi kaidah value investing (best price-nya sekitar 2,200, tapi BBTN hanya bisa kesitu kalau IHSG turun), tapi dia juga menawarkan peluang pertumbuhan yang signifikan di masa depan, sehingga bisa disebut sebagai growth investing stock juga. Jika program sejuta rumah ini terus dilanjut katakanlah sampai 5 tahun kedepan, sementara industri properti juga beneran pulih, dan BBTN juga konsisten labanya naik terus selama 5 tahun tersebut, maka pada saat itulah investor akan mulai menghargai sahamnya pada valuasi yang lebih tinggi, minimal PBV 1.5 – 2.0 kali, sehingga kenaikan sahamnya juga akan sangat signifikan, minimal 100% dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, belum termasuk dividen. Sudah tentu, soal sahamnya mau naik sampai berapa itu tentu kita nggak tahu, tapi yang jelas untuk saat ini BBTN ini murah, kinerjanya bagus, dan prospeknya juga cerah. And that’s that!

PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk (BBTN)
Rating Kinerja Kuartal I 2019: A
Rating Saham pada 2,450: AA

Jadwal Seminar Value Investing: Untuk saat ini belum ada jadwal, namun anda bisa memperoleh rekaman seminarnya disini (rekaman seminar terbaru, bulan Juni 2019 kemarin).

Dapatkan informasi, motivasi, dan tips-tips investasi saham melalui akun Instagram Teguh Hidayat, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

Unknown mengatakan…
Terima kasih pak atas ulasannya, saya entry di waktu yg tidak tepat, nggak ngerti valuasi pada waktu itu
Mahfud Zaini mengatakan…
Pak Teguh, maaf mau tanya, saya bc buku bp judul value investing. Disana dikatakan beli saat PBV 1x dan jgn beli kalu PER sdh diatas 14x. Nah bagaimana dg saham2 besar sprti BBCA, UNVR yg PER n PBV nya sangat besar? Apakah kira2 mungkin akan bs PBV 1x dan PER dibawah 14? Jk tdk, bagaimana solusinya utk mgetahui harga diskon? Trims
rizky mengatakan…
Pak Teguh,

mungkin bisa dipertimbangkan juga dalam analisa kemungkinan RI dari BBTN di tahun ini atau awal tahun depan. Saya rasa itu yg membuat harga saham ini jadi sulit kemana2

ARTIKEL PILIHAN

Live Webinar Value Investing, Sabtu 16 Maret 2024

Ebook Investment Planning Kuartal IV 2023 - Sudah Terbit!

Laporan Kinerja Avere Investama 2022

Peluang dan Strategi Untuk Saham Astra International (ASII)

Indo Tambangraya Megah: Masih Royal Dividen?

Indah Kiat Pulp & Paper (INKP) Bangun Pabrik Baru Senilai Rp54 triliun: Prospek Sahamnya?

Prospek Saham Energi Terbarukan, Kencana Energi Lestari (KEEN)