Peluang Multibagger di Saham yang Terdampak Covid-19

Dalam beberapa waktu terakhir, anda mungkin banyak membaca berita bahwa perusahaan Tbk melakukan PHK karyawan, kegiatan operasionalnya berhenti, hingga pendapatannya turun karena imbas dari pandemi Coronavirus atau Covid-19. Contohnya pada link berikut, dimana di beritanya ditulis penjualan PT Gudang Garam, Tbk (GGRM) turun karena penurunan daya beli masyarakat, karena imbas dari Covid. Nah, pertanyaannya, dari mana pihak penulis berita memperoleh informasi tersebut? Kemudian apakah kita sebagai investor juga bisa memperoleh sumber informasi yang sama, tidak hanya untuk GGRM tapi juga untuk semua emiten lainnya di BEI?

***

Buku kumpulan analisis 30 saham pilihan (Ebook Investment Planning) edisi Kuartal I 2020 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. Info whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).

***

Dan jawabannya, yup, bisa. Jadi ceritanya, sejak dua bulanan terakhir ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) berinisiatif mengirim surat ‘Permintaan Penjelasan Terkait Dampak Pandemik COVID-19’ kepada seluruh perusahaan Tbk yang terdaftar, dengan poin-poin pertanyaan sebagai berikut:
  1. Apakah pandemi berdampak terhadap penghentian atau pembatasan operasional perusahaan? Jika berdampak, maka jelaskan bagaimana dampaknya, dan berapa lama perkiraan dampak tersebut akan terjadi.
  2. Apakah ada karyawan yang di-PHK, dirumahkan, atau dipotong gaji?
  3. Seberapa besar perkiraan pandemi akan berdampak terhadap penurunan pendapatan dan laba perusahaan?
  4. Apakah pandemi covid berimbas pada kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek? Apakah pandemi ini juga menyebabkan permasalahan hukum tertentu? Dan terakhir
  5. Bagaimana strategi perseroan dalam mempertahankan usaha di tengah kondisi pandemi?
Kemudian pihak humas perusahaan merilis dokumen yang berisi jawaban atas poin-poin pertanyaan diatas, dimana dokumennya bisa anda peroleh di www.idx.co.id, di bagian pengumuman. Nah, kalau anda klik link ‘pengumuman’ diatas, maka anda akan masuk ke halaman website dengan tampilan sebagai berikut, klik gambar untuk memperbesar:


Lalu pada ‘kata kunci’ diatas, anda bisa ketik ‘dampak pandemik (kode sahamnya)’. Misalnya kita hendak memperoleh dokumen milik GGRM. Maka kita ketik ‘dampak pandemik ggrm’, lalu klik tombol CARI yang berwarna merah. Anda kemudian download lampirannya, dan anda akan memperoleh dokumen/file PDF dengan tampilan halaman pertama seperti dibawah ini:


Setelah itu anda tinggal baca dokumennya secara lengkap dari awal sampai akhir (jangan khawatir, cuma tiga halaman kok), kemudian anda analisa sendiri. Dengan cara inilah, anda akan memperoleh informasi dari sumber pertama, yang bisa jadi berbeda dengan informasi yang anda peroleh dari website berita tertentu. Contohnya kembali pada link berita ini, disitu ditulis bahwa laba bersih GGRM diperkirakan akan turun sebesar kurang dari 25%. Namun jika kita baca dokumen yang dirilis oleh GGRM itu sendiri, maka disitu ditulis laba bersih untuk tahun 2020 ini diperkirakan akan tetap naik dibanding 2019, namun kenaikannya akan kurang dari 25%. Lebih jelasnya bisa lihat gambar berikut, perhatikan bagian yang ditandai kotak warna hitam.


Selain contoh GGRM, anda juga bisa mengecek dokumen yang sama milik emiten lain, dengan kesimpulan analisa yang bervariasi mulai dari tidak ada dampak sama sekali, berdampak ringan, hingga dampaknya sangat berat dan diperkirakan akan berlangsung lama/lebih dari enam bulan (pada contoh GGRM diatas, pihak humas menyebut bahwa dampak covid maksimal hanya tiga bulan saja). Contoh emiten yang menyebut bahwa pandemi covid tidak berpengaruh terhadap kelangsungan usaha perusahaan adalah PT Telkom (TLKM), meski manajemen tetap menyebut bahwa adanya pembatasan-pembatasan oleh Pemerintah menyebabkan kendala pada pemasangan instalasi IndiHome di rumah-rumah pelanggan. Selengkapnya bisa lihat gambar berikut.


Tinggal pertanyaannya, apakah informasi yang dirilis oleh perusahaan diatas bisa dipercaya? Nah, pertama-tama harus digaris bawahi bahwa kesemua informasi terkait dampak covid terhadap kinerja tiap-tiap perusahaan hanya bersifat perkiraan, alias bisa benar, tapi bisa juga meleset. Jadi bahkan kalau kita anggap bahwa pihak perusahaan memberikan laporan yang apa adanya, maka realisasinya nanti tetap bisa berbeda dengan yang dilaporkan.

Meski demikian, sejauh yang penulis baca-baca, kesemua perusahaan memberikan laporan perkiraan dampak covid yang masuk akal. Contohnya, pada dokumen yang dirilis oleh PT Sarimelati Kencana, Tbk (PZZA), disebutkan bahwa pandemi menyebabkan outlet-oultet restoran milik perusahaan tidak lagi melayani makan di tempat/dine in, melainkan hanya melayani penjualan pizza secara delivery atau take away, dan kondisi ini diperkirakan akan terjadi selama lebih dari tiga bulan dihitung sejak layanan dine in mulai ditutup. Hal ini tentu masuk akal, karena ketika pemerintah memberlakukan ‘new normal’ pasca PSBB nanti, maka restoran tetap tidak bisa melayani makan di tempat karena dalam era new normal ini, kegiatan berkumpul sambil makan ramai-ramai di restoran tetap dilarang. Jadi ini berbeda dengan katakanlah GGRM yang meski usahanya juga terdampak pandemi, namun dampaknya diperkirakan kurang dari tiga bulan saja. Atau TLKM, yang tidak terdampak sama sekali.

Okay, pertanyaan terakhir, apakah informasi dampak covid yang dirilis oleh tiap-tiap perusahaan membantu kita menganalisa prospek/masa depan perusahaan? Yes, tentu saja sangat membantu, terutama untuk menilai apakah perusahaan sedang struggling karena imbas pandemi covid, atau justru dying, dimana hal ini bisa dilihat dari poin pertanyaan No.4: Apakah pandemi covid berimbas pada kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek? Dan apakah pandemi ini juga menyebabkan permasalahan hukum tertentu? Simpelnya, jika pendapatan dan/atau laba perusahaan turun karena pandemi, tapi perusahaan tidak sampai bermasalah dengan hutang-hutangnya, dan juga tidak sampai harus PHK karyawan (atau ada karyawan yang di-PHK, tapi jumlahnya hanya sedikit dibanding total jumlah karyawan perusahaan), maka ketika nanti pandeminya berakhir, kinerja perusahaan juga berpeluang besar untuk kembali pulih ke level normal, terutama jika pandeminya diperkirakan berdampak selama jangka pendek saja (tiga hingga enam bulan, atau lebih singkat lagi).

Sehingga, kalau saham yang bersangkutan turunnya kelewatan hingga valuasinya menjadi super murah, maka mungkin kita punya peluang multibagger disitu, dimana sahamnya bisa naik berlipat-lipat ketika atau sebelum nanti kinerjanya pulih lagi. Peluang ‘saham terbang’ ini justru tidak terdapat pada perusahaan yang kinerjanya tidak terdampak oleh Covid, karena seperti contoh TLKM diatas, sahamnya sejak awal tidak turun terlalu dalam dibanding sebelum terjadi pandemi, sehingga valuasinya juga tidak terlalu murah. Disisi lain, jika ada perusahaan yang kinerjanya sangat terdampak oleh pandemi, sehingga ada kemungkinan bahwa kinerja perusahaan bakal sulit untuk pulih bahkan meski nanti PSBB/new normal berakhir, maka kita bisa menghindari sahamnya, tak peduli meski valuasinya amat sangat rendah. Contohnya mungkin PT Menteng Heritage Realty, Tbk (HRME), perusahaan pemilik dan pengelola The Hermitage Hotel di Jakarta, dimana tidak hanya pendapatan perusahaan diperkirakan turun 50 – 75%, namun perusahaan juga harus mem-PHK hampir separuh jumlah pegawainya, dan ada utang jangka pendek yang tidak bisa dibayar senilai Rp5 milyar. Problemnya, bahkan sebelum terjadi pandemi, HRME sudah membukukan rugi bersih di tahun 2018 dan 2019. Sehingga bisa dibayangkan, bakal bagaimana kinerja perusahaan untuk tahun 2020 ini dan seterusnya.

Nah, sekarang setelah anda baca-baca lagi dokumen dampak pandemik dari tiap-tiap emiten, maka kesimpulannya saham apa saja nih yang menarik?

***

Ebook Market Planning edisi Juni 2020 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis tanya jawab saham/konsultasi portofolio untuk subscriber.

Video Seminar Terbaru: Berburu Saham Mutiara Terpendam, yakni saham yang berpeluang naik hingga ratusan persen ketika nanti krisis karena Covid-19 ini berakhir. Anda bisa memperolehnya disini. Info Whatsapp 0813-1482-2827 (Yanti).

Follow akun resmi penulis di media sosial, klik 'View on Instagram' berikut ini: Instagram

Komentar

ekohernadi mengatakan…
Kapan lanjut bahas BBRI pak? Keburu terbang tinggi
Unknown mengatakan…
Kl nulis itu sertain buktinya. Silakan cek RTI cash flow ratio HRME msh 100x
Anonim mengatakan…
Kan rugi bro disni maskdunha laba bersih , bukan cashflownya
BeritaBolaTerbaru mengatakan…
sengaja di goreng sepertinya :)

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?