Saran Investasi Untuk 'Wealth Preservation', Untuk Persiapan Pensiun
Pak Teguh, saya seorang karyawan swasta yang kurang dari tiga tahun lagi akan pensiun. Saya punya uang dingin di tabungan bank dan deposito senilai sekitar Rp6 – 7 miliar, yang di satu sisi saya ingin menginvestasikannya agar tumbuh lebih besar lagi untuk bekal pensiun, tapi di sisi lain saya ingin investasi yang aman. Uang tersebut hasil kerja keras saya selama puluhan tahun merintis karier dari nol, jadi saya tidak mau ambil risiko nilainya bukannya tumbuh tapi justru berkurang.
***
Live
Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 19 Juli 2025, pukul 08.00 – 10.00
WIB. Untuk mendaftar klik disini.
***
Karena itulah, ketika sekitar lima tahun lalu saya mulai berinvestasi di saham maka saya hanya menggunakan dana kecil saja, sekitar Rp200 – 300 juta, karena saya baca-baca katanya saham ini berisiko tinggi. Namun imbasnya hasil profitnya pun jadi kecil juga, bahkan jauh lebih kecil dari akumulasi bunga deposito yang saya terima setiap tahunnya. Mohon sarannya pak?
Jawab:
Sebelumnya saya coba konfirmasi dulu ya pak. Jika bapak akan pensiun tiga tahun lagi, maka usianya saat ini sekitar 55 – 56 tahun. Lalu karena bapak menyebut punya tabungan deposito dan itu adalah uang dingin, maka saya asumsikan sudah tidak ada cicilan rumah, mobil, gak punya utang, plus anak-anak juga sudah lulus kuliah dan hidup mandiri. Sehingga, diluar uang untuk kebutuhan sehari-hari plus kebutuhan darurat seperti kalau misalnya jatuh sakit, maka bapak dan istri (jika beliau masih ada) tidak punya pengeluaran apa-apa lagi.
Dan jika yang saya tulis di atas benar adanya, maka selamat pak, karena bapak sudah lebih dari siap untuk pensiun. Dengan deposito Rp6 miliar tadi, maka ini adalah situasi yang 'too rich to be poor again'. Dan kenapa demikian? Karena, katakanlah kita ambil jenis investasi yang paling aman yang tersedia di Indonesia, yakni Surat Berharga Negara atau SBN. Misalnya sukuk ritel (SR) dengan kupon tetap 6.55%, atau 5.89% setelah pajak per tahun untuk tenor 5 tahun. Maka dengan investasi Rp6 miliar tadi, bapak akan terima bersih Rp354 juta setahun, setara ‘gaji’ Rp29 juta per bulan. Menurut saya, income segitu sudah relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk dengan gaya hidup yang tidak terlalu modest (masih rutin traveling, makan di restoran, dst), dan bahkan mungkin masih ada sisanya untuk ditabung/diinvestasikan kembali.
Kemudian, betul bahwa jika bapak membelanjakan kupon yang diterima untuk sehari-hari/tidak menginvestasikannya kembali, maka nilai pokok investasi yang Rp6 miliar tadi akan tergerus oleh inflasi. Tapi katakanlah dalam sepuluh tahun ke depan, nilai riil dari pokok investasinya setelah disesuaikan dengan inflasi akan menyusut menjadi Rp4.4 miliar (karena akumulasi inflasi 3% per tahun), demikian pula nilai riil dari kupon yang diterima menyusut menjadi Rp21 juta. Maka Rp21 juta itu juga masih cukup untuk sehari-hari. Yang perlu dicatat, skenario di atas menggunakan asumsi super-konservatif mengingat investasi bapak 99.9% aman tanpa perlu diapa-apain lagi, dan kita asumsikan bahwa rata-rata inflasi dalam 10 tahun ke depan akan sama dengan 10 tahun terakhir, yakni sekitar 2.5 – 3% per tahun. And yes, mungkin perlu saya sampaikan pula angka inflasi 2.5 – 3% per tahun itu benar adanya, dalam hal ini jika kita melihat harga kebutuhan primer/sembako, bukan harga barang-barang sekunder apalagi tersier (seperti harga mobil, perhiasan emas, etc). Contohnya harga beras medium tahun 2015 sekitar Rp10,000, hari ini menjadi Rp13,000 per kg, naik total 30% dalam 10 tahun, atau rata-rata 2.7% per tahun.
Jadi betul, jika bapak taruh dana di deposito maka nilai uangnya sejatinya berkurang tiap tahun, karena bunga yang diterima tidak cukup untuk menutup inflasi. Tapi jika dana tersebut ditempatkan di SBN maka bapak akan tetap menerima keuntungan, meski memang setelah disesuaikan inflasi maka persentasenya terbilang kecil. Nah, tapi karena modalnya terbilang besar di angka Rp6 miliar, maka persentase keuntungan yang kecil tersebut akan tetap terhitung besar dalam nilai Rupiah. Yang juga perlu dicatat, SBN ini bahkan lebih aman dibanding deposito karena dijamin 100% langsung oleh negara, tidak hanya nilai pokok investasinya tapi juga kuponnya. Jadi beda dengan deposito yang hanya dijamin senilai maksimal Rp2 miliar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sehingga, kecuali bapak ingin agar Rp6 miliar tersebut tetap utuh untuk nanti diwariskan ke anak cucu, maka tidak perlu khawatir soal dana pensiun, karena dengan SBN ini maka bapak tidak akan hidup kekurangan hingga setidaknya 10 tahun ke depan (dihitung setelah pensiun), atau bahkan hingga 20 tahun ke depan, dan barulah setelah itu nilai tabungan akan berkurang signifikan karena efek inflasi, tapi itupun hanya berkurang saja, bukan habis sama sekali.
Okay, lalu kenapa saya disini justru membahas investasi SBN dan bukannya saham? Karena saya mengerti posisi bapak. You see, ketika tabungan Rp6 miliar disebut sebagai hasil kerja keras selama puluhan tahun, maka artinya dulu bapak pernah hidup pas-pasan, atau bahkan mungkin kekurangan sebagai seorang karyawan. Jadi meski hari ini sudah hidup berkecukupan tapi bapak tidak akan pernah lupa, atau lebih tepatnya trauma, tentang dulu bagaimana saya mungkin sampai harus puasa demi agar anak-anak bisa makan. Dan trauma itulah yang membuat kita selalu khawatir, bagaimana jika saya jatuh miskin lagi seperti dulu? Bagaimana jika aset tabungan yang sudah saya kumpulkan susah payah pada akhirnya akan habis lagi??
Tapi dengan ini biar saya katakan, tidak, sama sekali tidak perlu khawatir akan hidup susah lagi di masa tua nanti, karena itu tadi: Bapak hari ini sudah berada pada satu posisi finansial yang nyaris mustahil bakal jatuh miskin lagi, dimana dengan pilihan investasi yang paling konservatif saja (SBN) maka dijamin akan terima setidaknya Rp29 juta per bulan, tanpa perlu pusing apa-apa lagi. Beda ceritanya jika tabungan baru ada misalnya Rp1 – 2 miliar, maka jujur harus saya katakan bahwa masih ada risiko kita akan hidup kekurangan di masa pensiun nanti, atau tetap berkecukupan tapi gaya hidup harus disesuaikan/harus lebih hemat. But luckily, bapak berada dalam posisi yang jauh lebih baik dari itu.
Setelah Pensiun = Investor Full Time
Selain itu kabar baiknya, bapak hari ini 1. Belum pensiun, jadi tabungan yang Rp6 – 7 miliar tadi masih bisa bertambah, yakni jika sebagian gaji bisa disisihkan untuk ditabung, 2. Sudah punya pengalaman lima tahun sebagai investor saham, dan 3. Punya aset Rp200 – 300 juta di saham yang siap untuk dikembangkan lebih lanjut. Dan meski tidak diceritakan, tapi selain deposito dan saham maka bapak kemungkinan punya investasi lainnya lagi, entah itu logam mulia, kos-kosan, atau semacamnya. Tapi jika tidak pun maka, sekali lagi, dengan tidak lagi punya tanggungan atau utang apapun maka itu sudah merupakan advantage yang sangat baik.
Jadi berikut saran saya. Pertama, gunakan sebagian besar atau seluruh tabungan yang Rp6 miliar tadi untuk SBN, atau tetap di deposito, intinya investasi yang low risk, untuk tujuan wealth-preservation. Ingat sekali lagi bahwa bapak dan keluarga pada hari ini sudah cukup sejahtera dan tidak lagi hidup kekurangan, so keep it that way. Kedua, investasi di saham bisa diteruskan menggunakan dana saat ini, dan kembali saya ingatkan bahwa kalau selama lima tahun ini bapak tidak menghasilkan profit kecuali sedikit, maka itu adalah karena IHSG juga sudah cukup lama gak kemana-mana, atau bahkan cenderung turun sejak tahun 2022 lalu. Karena itulah pada tulisan yang ini, saya sendiri sudah menyarankan kepada investor saham untuk diversifikasi ke 1. SBN, 2. Reksadana pendapatan tetap, dan 3. Reksadana pasar uang.
![]() |
Meskipun sempat naik ke all time high pada September 2024, tapi secara keseluruhan IHSG masih belum kemana-mana lagi sejak bulan April 2022 lalu, sampai sekarang. |
Kemudian mengingat bapak sudah mendekati usia pensiun, maka saya sarankan SBN karena itulah yang risikonya paling rendah. Nah, tapi ketika nanti sudah punya SBN tersebut maka sisa dana yang ada bisa ditempatkan sepenuhnya di saham karena, let say IHSG ke depannya masih gini-gini saja dan alhasil porto tidak berkembang atau malah rugi, but it’s okay karena sudah ada ‘bemper’ SBN itu tadi. Tapi di sisi lain jika IHSG pada akhirnya naik lagi, dan tetap ada peluang tersebut, maka nilai porto bisa tumbuh menjadi miliaran Rupiah dalam 5 – 10 tahun ke depan. Sehingga, meski memang peluangnya fifty-fifty, tapi tetap ada kemungkinan bapak nanti akan ‘benar-benar pensiun’ dalam posisi yang mampu meninggalkan sejumlah aset, untuk membantu anak cucu untuk kelak memiliki kehidupan yang lebih baik.
Dan terakhir ketiga, dengan terus berinvestasi di saham maka bapak akan
tetap punya kesibukan setelah pensiun nanti, yakni untuk mengerjakan analisa
saham, mengecek berita terbaru, dan seterusnya. Saya perhatikan orang-orang
biasanya terlalu fokus ke mempersiapkan dana pensiun, sampai lupa bahwa menjaga
diri dan pikiran untuk tetap sibuk juga tidak kalah pentingnya, karena
tidak mungkin kita hanya bengong, makan, dan tidur di rumah sepanjang hari, setiap
hari. Jadi dengan menjadi investor saham full time maka kita semua akan memiliki kesibukan
tersebut, tanpa perlu masuk kantor lagi setiap hari, dan juga tanpa stress yang
berlebihan karena sudah punya bemper. Sedangkan jika bapak ingin lebih sibuk lagi, maka selain investasi di saham Indonesia, bisa coba juga investasi di saham US. Semoga lancar!
***
Hingga akhir Mei, Avere Investama US Stocks mencatat profit +13.2% berbanding kenaikan S&P 500 Index termasuk dividen +1.1%, dihitung sejak awal tahun 2025. Untuk melihat saham-saham apa saja yang kami beli dan jual bisa ikut channel telegram USC disini, gratis tanya jawab saham US untuk member.
Komentar